Laman

Rabu, 08 Juni 2011

Ada apa dengan aku dan adik-adikku


oleh : novan suhendra

Belum lama aku berbincang dengan adik-adikku yang baru saja akan meninggalkan bangku SMA. Campur aduk rasa yang ada didalam hatiku ketika melihat mereka. Perasaan senang karena mereka akan berpindah menuju satu lingkungan yang baru, namun rasa sedih ikut mewarnai karena ternyata mereka tidak siap jika harus menghadapi lingkungan tersebut.
Tahukah anda apa yang membuat saya sedih, dan mungkin andapun akan merasa seperti saya karena ternyata mereka tidak punya keahlian/skill yang akan digunakan untuk bekerja. Lingkungan yang keras dan kejam, lingkungan yang akan melindas mereka-mereka yang linglung dalam berjalan.
Siapa yang harus disalahkan dengan kejadian semacam ini, yang saya yakin tidak hanya menimpa adik-adikku di sini, tetapi juga adik-adikku diseluruh nusantara ini. Media sering mengatakan saat ini ada tsunami pengangguran, dan yang lebih parah lagi ternyata banyak sekali pengangguran terdidik alias mereka-mereka yang lulus S1 namun tidak mendapatkan kerja.

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan berbagai macam cara untuk menanggulangi hal-hal ini. Mulai dari pelatihan wirausaha, pemberian modal dan lain sebagainya. Namun sayangnya program-program tersebut menguap begitu saja ke udara, karena ketika program tersebut selesai maka selesai pula semuanya dan mereka pun kembali menjadi pengangguran.
Bekerjasama dengan pengusaha adalah salah satu cara yang tepat, karena disadari atau tidak, banyak pengusaha kita yang lebih senang memilih mereka-mereka yang “bule” ketimbang “sawo matang” walaupun jika kita uji secara akademik dan yang lainnya, adik-adik kita tidak jauh berbeda kualitasnya. Entah apa yang ada dipikiran para pengusaha tersebut.
Namun satu yang terkadang kita lupakan, ketika para orang tua lupa mendidik anak mereka dirumah dengan baik dan benar. Mereka para orang tua yang benar-benar hanya mengandalkan guru sebagai satu-satunya pendidik. Padahal seharusnya mereka ingat bahwa guru disekolah itu harus mendidik murid yang sangat banyak, sehingga sulit untuk dijadikan andalan.
Belum sistem pendidikan kita yang masih handal dalam mencetak para penghafal dan pakar dalam memakai teori buku. Tapi jarang yang meggunakan teori tersebut secara aplikatif, menggunakan pelajaran-pelajaran sebagai sesuatu yang menyenangkan. Mereka dijejali oleh berbagai macam teori dan rumus yang mereka sendiri bingung bagaimana menerapkan di dalam hidup mereka, alhasil ketika mereka lulus maka mereka tak ubahnya seperti orang aneh. Hanya nilai yang mereka kejar, hingga akhirnya kebanggan semu datang menghampiri ketika nilai mereka sangat bagus, namun buruk aplikasi.
Mungkin perlu dibuat tes minat dan bakat ketika mereka hendak masuk SD, sehingga ketika di SD mereka bisa fokus dan berprestasi di mata pelajaran yang diminatinya. Jangan sampai terulang lagi cerita seseorang yang bersekolah di STM lalu ketika masuk kuliah, dia mengambil jurusan yang berbeda dengan jurusan sewaktu di STM dan ketika kerja diapun banting setir alias tidak sesuai dengan jurusan sewaktu di STM maupun bangku kuliah.
Adik-adikku, tetaplah semangat. Dirimu masih muda, arungilah masa mudamu dengan karya hingga suatu saat nanti dirimu menemui tempat untuk berlabuh. Berkaryalah dan jadilah pahlawan bagi dirimu. Selagi nafas masih berhembus, selagi jantung masih berdetak, maka rezekimu belumlah habis. Jemputlah dia dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas.